Sunday, December 2, 2007

Beli Susu

Wanita hamil memerlukan banyak asupan gizi baik untuk dirinya maupun jabang bayi yang ia kandung. Salah satu cara memberikan gizi tersebut ialah dengan minum susu yang khusus untuk orang hamil. Untungnya istriku gak anti susu jadi gak perlu tak bujuk-bujuk atau pakai akal tertentu untuk minum susu.

Hanya saja, baru seminggu susu yang dah dibeli sudah habis. Istriku bilang karena dia minumnya sesuai aturan yaitu 2 kali sehari, sekali minum takarannya 2 sendok. Apalagi istriku bilang kalau dia tidak minum susu, badannya terasa sakit semua. Aku yakin ini karena semua karena gizi yang ada di susu diserap oleh istriku dan bayi yang di dalamnya.

Waduh kalau begini terus sama halnya tiap bulan beli empat dus susu, padahal satu dus harganya sekitar 25 ribuan rupiah. Seratus ribu untuk susu tiap bulan hehe. Gpp sih, bagaimana pun ini juga untuk kesehatan ibu dan anak. Kalau bisa kenapa tidak beli.


Read more!

Monday, November 12, 2007

Periksa Kehamilan I

Minggu, 11 November 2007 aku mengajak istriku puter-puter ke matahari sepulang dari kebaktian gereja. Tujuanku cuma satu yaitu nyari hp untuk ibu. Namun, sayangnya hp yang ingin kucari tidak ada, ini yang membuatku bingung mo nyari tipe hp apalagi. Selain itu istriku juga sudah mulai tidak betah, apalagi badannya sekarang mulai capek sejak ia terbukti hamil. Ditambah hujan yang sejak awal ke gereja masih betah turun rintik-rintik.

Tanpa menunggu lebih lama kamipun pulang. Sampai di rumah istriku langsung ambil selimut dan tidur. Aku letakkan tanganku di dahinya untuk memeriksa suhu tubuhnya, biasa saja. Namun, alangkah terkejutnya aku saat kuletakkan tanganku di perutnya, panas sekali. Ia bilang perutnya sakit dan terasa panas bahkan sampai ke punggung. Karuan aja aku bingung, aku takut ada apa-apa dengan janin yang ada di perutnya. Setelah lama berpikir akhirnya kuputuskan besuk aku mau ijin kerja dan mengantarkan istri ke rumah sakit, sekalian untuk kontrol kehamilan pertama.

Semalaman, beberapa kali kupegangin perut istriku sambil berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada istriku. Beberapa kali kubisikkan pada janin di perut istriku agar ia jangan membuat mama kuatir dan panik sehingga mama gak sakit.

Esoknya kami pergi ke RS Panti Waluyo seperti yang direkomendasikan oleh mbak Tantri, kakak istriku. Setelah mendaftar dan memilih dokter, kamipun menunggu untuk diperiksa. Hampir satu jam kami menunggu, akhirnya kami diperiksa dan diberitahukan bahwa istriku darahnya turun, inilah mengapa istriku merasa lemas sekali.

Perut istriku juga di USG untuk melihat kondisi janin. Dari hasil USG tersebut, dokter menjelaskan kalau saat ini janinnya masih berupa titik, yang berbentuk hanyalah ketubannya sebagai tempat janin nantinya. Di perkirakan bayiku lahir 15 Juni 2008 nanti. Juga disarankan agar istriku jangan memakai celana jins. Kalau sakit jangan buru-buru minum obat tapi konsultasikan dulu ke dokter mengenai obat yang sebagaiknya dikonsumsi orang hamil. Juga disarankan untuk minum susu. Selain itu, istriku di beri vitamin dan obat untuk mengatasi rasa mual dan muntah. Obat ini dapat diminum apabila diperlukan sedangkan vitaminnya diminum setiap hari sekali. Di kemudian hari kami tahu itu bukan vitamin beneran tetapi obat menambah darah. Hal ini disebabkan wanita hamil memang memerlukan banyak darah.

Konsultasi berikutnya dilakukan sebulan lagi.


Read more!

Saturday, November 10, 2007

Istriku Hamil

"Mas, aku mau tes urine, " ujar istriku sambil membangunkanku. Aku yang sudah sebenarnya udah sadar dari tidur tapi masih males bangun langsung membuka mata, sekali lagi istriku mengulangi perkataannya dengan penambahan, "aku sudah pipis, kalau kamu mau tolong masukin tes ini ke air urin.

Tanpa menunggu lebih lama aku langsung bangun dan menuju kamar mandi, sebelumnya mengambil alat untuk tes kehamilan. Sekilas kubaca, kalau menunjukkan tanda strip merah dua berarti positif hamil, informasi yang sudah kuketahui sejak semula. Sebelum mencelupkan alat tersebut aku bertanya kepada istriku, "Udah siap dengan hasilnya?"
"Siap gak siap harus siap, bukankah sebenarnya kita sudah tahu."

Aku tersenyum mendengarnya, dan tanpa menunggu terlalu lama segera aku celupkan alat tersebut ke ke air urin istriku. Hanya sebentar alat tersebut langsung memunculkan tanda dua strip merah dua. Positif, istrimu terbukti hamil.

"Wah, istriku hamil," ujarku sambil membuka tangan mau memeluknya.

Bahwa istriku hamil sebenarnya sudah kami duga sejak dia telat menstruasi,tanda-tandanya sudah mengarah ke orang hamil, morning sick, mual, dan gampang muntah. Alat ini cuma ingin memastikan kami apakah istriku benar-benar hamil atau tidak.

Sebenarnya sebelum di tes aku masih berharap istriku tidak hamil. Awal pernikahan aku mengharapkan agar istriku hamil tahun depan saja dengan pemikiran tahun tersebut keluargaku sudah benar-benar siap baik secara materi maupun psikologi. Saking berharapnya aku takut kalau nanti istriku kebobolan ntar anak yang ia kandung menjadi anak yang kurang aku sukai.

Namun entah kenapa, sewaktu istriku menunjukkan gejala kehamilan, perasaan takut dan tidak siap tersebut ternyata tidak ada. Yang ada justru pengen segera memiliki anak. Aku yakin bila bahwa anak adalah anugerah Ilahi bila kita mendapatkannya dengan benar. Ketika menganugerahkan sesuatu, Tuhan tidak hanya memberi begitu saja, tetapi juga ikut memperlengkapi kita untuk menjaga anugerah tersebut. Sekalipun sampai saat ini aku belum memiliki banyak uang namun aku percaya segala kebutuhan yang kami perlukan untuk memelihara anugerah ini telah Tuhan siapkan.

Keyakinan itulah yang kemudian aku bagikan kepada istriku yang kadang kulihat juga belum siap menerima bila ia benar-benar hamil

Puji Tuhan, setelah tes kemahilan tersebut kami berdua bisa lebih siap secara mental menerima jabang bayi ini. Soal ekonomi kami percaya Tuhan pasti akan menyediakannya.


Read more!

Sunday, October 28, 2007

Ngobrol Berdua

Inilah salah satu aktivitas yang paling kusenangin. Ngobrol berdua tanpa gangguan baik dari pihak ketiga baik atau pertengkaran. Ngobrolnya tidak harus duduk tenang di kursi tapi bisa dimana aja. Di dapur sambil nemani istri memasak bisa, di kamar mandi sambil nemani dia mencuci juga bisa, apalagi sambil tiduran di ruang tidur, tentu lebih bisa lagi. Yang diobrolin tidak harus hal-hal yang serius, bisa juga masalah sederhana seperti pengalaman kerja, kelucuan ponakan kami, atau sekedar mengejek satu dengan yang lain. Yang penting bagiku, aku dan dia bisa ngobrol dengan tenang tanpa gangguan pertengkaran.

Saat ini intensitas pertemuanku dengan istri saat ini memang juga masih jarang. Kami bekerja di kota yang beda sehingga memaksaku untuk kos. Aku biasa bertemu dengannya Rabu malam (saat nglaju pulang kerja), terus Jumat malam (saat pulang kerja) - Senin pagi (sebelum berangkat kerja). Sisanya kami hanya bisa kontak melalui email. Itupun waktu tidak sepenuhnya menjadi milik kami berdua, kami masih harus membaginya dengan orang tua dan juga ngurusi keponakan yang lucu.

Secara kasaran dari 7 hari 4 hari tidak ketemu istri hanya 3 hari yang bisa kupakai untuk berkomunikasi dengan istri.

Sebagian orang mungkin menganggap aku tidak dapat memanfaatkan waktu ketemu istri dengan maksimal. Waktu yang seharusnya kuisi dengan obrolan penting justru kuisi dengan obrolan ngalor-ngidul saja. Tapi bagiku obrolan ringan ini secara tidak langsung justru dapat semakin mempererat kami. Aku jadi tahu pengalamannya, respon dia terhadap sesuatu dan juga sebaliknya tanpa ada paksaan untuk saling mengerti atau memahami. Lagi pula sampai saat ini kami masih dapat mengelola waktu kami bila ingin membicarakan hal yang serius.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila bahan pembicaraan kami selalu diplaning. Ntar kalau pulang kita mo ngobrolin nama anak, besok mo ngomongin cara mendidik anak, besok mo mbicarain sifat-sifat buruk yang tidak disukai pasangan, bla, bla, bla... Wah kaku banget tuh, bukannya obrolan santai yang didapat tapi justru obrolan kaku. Kalau sudah gitu bagaimana kita bisa saling memahami?

Aku senang ngobrol dengan istriku tidak peduli serius or not...


Read more!

Friday, October 26, 2007

Aku vs Mertua: Tuhan telah Berkarya

Ibu mertuaku memang beda sekali dengan ibuku. Sepertinya latar belakang kehidupan mereka yang membuatnya berbeda. Meski pun ada satu kesamaannya. Kedua ibuku sama-sama wanita yang kuat dan sangat mengasihi anak-anaknya.

Ibuku seorang yang demokratis. Dia tidak penah melarangku atau mengharuskanku dalam melakukan sesuatu. Sedari kecil dia selalu memberiku kebebasan dalam bersikap. Tapi tidak berarti aku menjadi anak yang tidak tahu aturan atau semau gue. Sama sekali tidak. Karena biasanya ibu memberiku konsekuensi-konsekuensi yang bisa jadi aku terima saat aku melalukan sesuatu. Tapi dia tetap memberikan kepadaku kebebasan untuk memilihnya. Ibaratnya dia seperti melepaskan kepala dan tubuhku pergi ke mana saja tapi dia tetap memegang ekorku. Ketika kepala dan tubuhku berjalan ke arah yang salah cepat-cepat dia menarikku lewat ekorku.

Aku terbiasa dengan kondisi seperti itu. Dan itu tidak aku dapati dari ibu mertuaku. Di satu sisi, dia terlalu protektif. Aku risih diperlakukan seperti itu. Meskipun aku sadar kalau itu dia lakukan karena mengasihiku. Tapi sulit bagiku untuk menerimanya. Perlakuan seperti itu sebelumnya dia terapkan ke anak laki-laki satu-satunya. Segala sesuatunya ibu mertua menentukan pilihan-pilihan yang dia anggap terbaik untuk anaknya. Memang sebenarnya tidak ada salahnya tapi sekali lagi aku tidak terbiasa seperti itu dan celakannya aku tidak bisa memprotesnya takut dia kecewa.

Selain itu, ibu mertuaku senang sekali berkomentar dan kadang komentarnya membuat hatiku panas. Sesuatu yang tidak perlu dikomentari sebenarnya atau malah komentar yang kurang pas. Pernah aku menyimpulkan apa karena dia ingin berkomunikasi denganku dia pakai komentar-komentar itu. Tapi bukan komunikasi yang dia dapat hanya kebisuanku menahan rasa.

Aku selalu saja uring-uringan, tapi dalam hati karena tidak berani berontak sama ibu mertuaku. Mosok jadi mantu belum genap 2 bulan dan mulai kurang ajar. Selain itu aku tetap menghormatinya meski aku gondok. Tapi itu mau sampai kapan? Hal itu yang membuatku selalu saja meluapkannya ke suamiku. Aku juga kasian sama dia, setiap pulang dari Salatiga hanya ndengerin keluhan-keluahanku yang engga ada habisnya.

Dan setiap kali dia kasih masukan-masukan malah kurasakan seperti memojokkanku. Dia tidak mengerti apa yang aku rasakan. Kondisinya dan kondisiku itu beda. Dan setiap kali dia balik marah atau sedih karena sikapku aku semakin tertekan. Aku merasa sendiri, siapa yang akan mendukungku, menghiburku. Suamiku saja tidak mengerti aku. Begitu komplenku padanya.

Semalam (20/10) aku berantem lagi dengan suamiku. Mempermasalahkan hal yang mungkin dianggap orang lain sepele, tapi itu yang mengganggu keluargaku selama ini. "Aku pengen punya rumah sendiri. Di sini aku terpenjara." Rengekku malam itu. Suamiku tidak mengerti maksudku dan malam itu semakin runyam. Meski kami tetap bisa berdoa malam itu dan minta pertolongan Tuhan.

Besoknya aku ikut suami di pertemuan bisnis sama kenalannya. Meski sebenarnya aku ogah. Tapi dia nyaranin aku ikut, ya udah aku ikut saja.

Setelah kami sampai di tempat pertemuan, sementara menunggu yang lainnya pembicaraan kami sampai ke masalah mertua dan menantu. Saat itu aku geli sendiri. Yang disampaikan Pak Lilik itu apa yang kurasakan selama ini. Sesuatu yang selama ini kujelaskan ke suamiku tapi suamiku tidak bisa mengerti. Tuhan pakai orang lain untuk menolongku. Tuhan itu suka mengajak bercanda saja dan cara yang DIA pakai luar biasa. Kalau sudah seperti ini aku tertawa sendiri. Di saat aku nyerah sama Tuhan gimana caranya biar suamiku mengerti masalahku. Dia pakai cara yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Malamnya aku diskusi sama suamiku tentang campur tangan Tuhan ini.

Saat ini aku merasa lebih tenang. Meski saat ini aku tetap ada di rumah mertuaku tapi itu tidak membuatku terpenjara. Dan anehnya sejak Senin (22/10) hatiku bisa menerima ibu mertua dengan baik. Tidak ada lagi gondok meski komentar itu masih saja ada. Aku bisa menerima tanpa terpaksa atau menyimpannya sebagai bom waktu. Tapi aku bisa menerimanya. Pasti Tuhan yang telah menambah satu komponen di hatiku. Yang membuatku bisa menerima ibu mertua saat ini. Dan kuharap ini tidak sementara.

Thanks Jesus!


Read more!

Thursday, October 25, 2007

Menantu vs Mertua: Ketika Tuhan Berkarya

Sebelum kami menikah, aku memang telah mengajukan syarat agar kami nanti tinggal bersama di rumahku, serumah dengan ibuku. Dan iapun menyetujuinya walau beberapa kali kelihatan agak berat dengan syarat yang aku ajukan. Awal kami tinggal serumah dengan ibuku memang tidak ada masalah berarti. Ia bisa menyesuaikan dan ibuku tentu bisa menerimanya.

Namun, karena aku masih bekerja di Salatiga dan ia masih di Solo, akhirnya kami terpaksa harus berpisah untuk beberapa hari. Di sinilah masalah mulai muncul. Istriku mulai sering mengeluh karena sulit berkomunikasi dengan ibu. Aku sendiri tidak tahu bagaimana dengan ibu. Yang kutangkap ia sendiri selalu berusaha sabar menghadapi mantunya.

Karena ia istriku maka aku selalu berusaha untuk menjelaskan bagaimana ibu dan bagaimana dia harus bersikap. Tapi ternyata permasalahan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap aku pulang Solo istriku terus saja mengeluh. Hal inilah yang membuat aku berang. Beberapa kali kami berantem karena masalah ini.

Tentu saja aku jengkel setengah mati dengan kondisi seperti ini. Pulang ke rumah agar bisa tidur di pelukan istri malah justru dapat punggung alias dicuekin istri. Kadang aku gak habis pikir kenapa sih ia tidak mau menerima kondisi ibuku dan selalu mengharapkan ibuku mengerti dia. Dalam suatu adu argumen aku pernah bilang kalau awalnya aku juga gak bisa menerima beberapa sikap ibunya namun aku belajar menerima. Tapi ternyata apa yang kualami itu bukan dia jadikan pemacu tetapi dia justru seperti dilecehkan karena dianggap tidak bisa apa-apa sementara aku bisa... Waduh puyeng nih.

Aku masih belum tahu mengapa dia bisa sedemikian 'takut' terhadap ibu.

Jawaban atas pertanyaan tersebut muncul ketika aku mengajak dia untuk menghadiri pertemuan bisnis dengan kenalanku. Di situ aku mengatakan kondisiku saat ini yang masih tinggal dengan orang tua dan Pak Lilik (salah seorang peserta) langsung berpendapat kalau menantu tinggal di rumah mertua memang rawan konflik. Apalagi kalau menantu perempuan tinggal bersama mertua. Karena sudah tertanam dalam diri wanita bahwa ia bertugas untuk mengasuh pria, dalam hal ini anaknya. Nah, tentu saja seorang ibu tidak bisa begitu saja menerima kalau anak yang ia asuh tiba-tiba diasuh orang lain sekalipun itu mantunya.

Banyak kasus sederhana yang ia contohkan. Misalnya ibunya tahu kalau setiap pagi anaknya suka makan soto tetapi istrinya gak bisa buat soto. Nah pernyataan 'anakku itu suka sekali makan soto' bisa membuat sang istri kibat kibit. Kalau memberi penjelasan pada suaminya mungkin mudah tapi bagaimana kepada mertua. Terus pagi masih mau tidur ya perkewuh kalau bangun masih ngantuk. Beda kalau di rumah sendiri, semuanya bebas. Mau ngapa-ngapain terserah.

Pulangnya aku bilang sama istriku kalau sekarang aku mengerti akar masalahnya. Tapi tetap saja aku bingung. Idealnya kami memang harus keluar dan berumah tangga sendiri. Tetapi untuk saat ini itu bukan hal yang mudah dilakukan. Beberapa alternatif yang kuajukan ialah:

- Ia mencari kerja di Salatiga dan kami mengontrak rumah di Salatiga (sulit dilakukan karena tahun 2007 aku harus balik ke Solo untuk menyelesaikan studiku)
- Nyari kontrakan baru di Solo (sulit mencari alasan yang tepat kenapa pindah, soalnya tempat kerjanya pun juga dekat rumahku sekarang)
- Beli rumah baru (apalagi ini, belum saatnya)
- Dia nyari kerja di Sukoharjo dan menetap di sana. Pulang ke Solo kalau pas aku pulang ke Solo (ini langkah terbaik sekarang)

Sekarang aku jadi tambah bingung apa yang harus aku lakukan. Secara manusia tidak ada lagi yang dapat aku lakukan kecuali berdoa dan berserah padaNya. Tuhan tolong aku.

Selasa, 23 Oktober 2007 aku di sms kalau dia sekarang sudah dapat merasa nyaman berbicara dengan ibu. Aku ikut senang dengan hal ini tapi kuharap ini bukan fenomena sesaat saja.

Rabu, 24 Oktober 2007 saat aku pulang dia cerita kalau mulai hari senin (22 Oktober 2007) dia sudah bisa merasa nyaman berbicara dengan ibu. Sebelumnya jika ibu komentar ini itu ia selalu merasa risih, tetapi sejak senin dia tidak merasakannya lagi. Ia heran kenapa hal itu bisa terjadi.

Aku ikut senang mendengar ceritanya. Ia kupeluk lalu aku katakan kalau kamu telah ketularan aku hehe. Aku ceritakan kalau aku sempat bingung dengan situasi ini dan mulai berserah padaNya. Justru saat berserah inilah Tuhan berkarya. Kiranya ini tidak hanya berlangsung sekejab.

Matur nuwun Gusti Yesus.


Read more!

Thursday, September 20, 2007

Rabu, 29 Agustus 2007 - Masa Tenang

Ini hari pertama cuti dari rangkaian cuti selama 2 minggu yang diberikan kantorku untuk pernikahan nanti. Sebenarnya istriku (pada hari itu masih calon hehe) juga mendapatkan cuti 2 minggu yang dia ambil sama waktunya dengan waktuku, tapi sayangnya karena masih banyak tugas, hari ini dia masih masuk.

Sebelum ngantor terlebih dahulu ia mampir ke rumahku untuk selanjutnya aku anterin dia lalu bawa motornya. Ada beberapa hal yang bisa langsung kekerjakan berhubung sudah ada motor. Soalnya kalau gak ada motor wah repot nih.

Nah, rencananya aku mau ambel ubarampe (serah-serahan) yang dibuatin oleh Mas Pongky. Tapi kupikir kalau kuambil sendiri ntar susah bawanya. Mau dibecakkan ah nanti aja. Aku kepikiran mo ngajak nyonyaku untuk ikut ngambil mumpung dia juga bakalan pulang awal. Ya udahlah nanti aja, sekarang urus yang lain dulu.

Setelah selesai aku segera pulang, ngurusi rumah lalu istirahat. Di kemudian hari aku baru sadar bahwa tanggal ini merupakan hari paling tenangku selama cuti sebelum masuk ke pernikahan hehe.

Sorenya aku sudah siap sejak pukul 14.30 untuk jemput nyonya yang katanya akan pulang pukul 15.00. Tapi ternyata dia baru pulang pukul 16.30, banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Begitu ketemu dia langsung cerita kalau dia kena M dan ingin langsung pulang. Ya sudah aku anterin aja dia pulang dan membatalkan rencana ke rumah mas Pongky.

Sampai di sana rumahnya suasana sudah mulai ramai. Beberapa ornamen pernikahan sudah mulai dipasang dan tetanggapun juga sudah mulai ikut membantu memasak.

Setelah berbasa-basi dan istirahat sejenak akhirnya aku pulang kerumah. Inilah hari pertama aku cuti menikah.


Read more!

Wednesday, September 12, 2007

Akhirnya menikah juga

Ah, akhirnya penantian panjang berakhir sudah. Kami (Hardono & Puji Arya Yanti) telah resmi menjadi suami istri. Ada banyak cerita baik sedih maupun senang yang mengiringi perjalanan persiapan pernikahan kami. Tapi satu hal yang jelas semua peristiwa tersebut membuat kami semakin beriman kepada Tuhan.

Ntar deh pasti diceritain tentang pernikahannya :)

Read more!

Tuesday, August 28, 2007

Bidston, buah Simalakama

Keluargaku tidak mengadakan ngunduh untuk pernikahanku besuk yang diadakan hanya bidston alias persekutuan doa ucapan syukur biasa. Yang jadi masalah sekarang bagaimana dengan tetangga kanan-kiri yang kebetulan lebih banyak muslim daripada Kristennya? Awalnya sih mo ngundang tetangga sekitar aja tetapi setelah dipikir-pikir ini kan acara keagamaan masak ngundang orang non seagama. Wah bisa-bisa digruduk FPI tuh...

Bingung juga nih, kalau mengundang tidak enak karena ini acara agama, kalau tidak mengundang juga tidak enak sebab kami mengadakan acara syukuran nikah. Sebagai jalan tengah Ibuku mengusulkan untuk memberikan makanan kepada tetangga sekitar setelah acara bidston selesai.

Ya itulah alternatif terbaik.

Namun tiba-tiba, kemaren Minggu (26 Agustus 2007) Pak RT dan Pak Heri datang ke rumahku menyampaikan keberatan kalau tidak ada acara untuk warga. Aku sendiri dapat memakluminya karena lingkungan disekitarku emang jiwa gotong royongnya masih tinggi. Jadi agak rikuh kalau punya gawe kok gak undang-undang mereka malah undang warga lain. Akhirnya di sepakati kalau setelah acara bidston akan diadakan acara semacam tirakatan dengan mengundang bapak-bapak sekitar guna memperkenalkan aku dan istriku ke warga sekitar.

Setelah selesai berdiskusi dengan mereka, akupun segera menyampaikan usulan tersebut ke ibu dan tampaknya ibu agak syok. Apalagi kalau bukan alasan uang. Uang beliau sudah menipis karena sudah habis untuk berbagai keperluan yang lain. Sempat terbesit ide akan ngutang tapi aku bilang gak usah karena nanti akan pakai uangku saja buat konsumsi.

Di sisi lain, adanya acara tak terduga ini karuan membuat planing kami untuk berbulan madu gagal. Uang yang semula akan kami pakai untuk berbulan madu akan dialokasikan untuk acara tersebut. Untunglah calonku mo mengerti hal ini.

Tapi bagaimanapun juga aku tetap ketar-ketir apakah nanti uangnya cukup atau tidak, karena setelah menikahpun kami masih memerlukan modal buat hidup. Aku cuma bisa beriman bahwa Tuhan pasti mencukupi bahkan memberi kelimpahan seperti yang sudah-sudah.


Read more!

Sunday, August 26, 2007

Bidston Pra Nikah

Awalnya pelaksanaan bidston pra nikah sendiri akan diadakan pada hari Jumat (31 Agustus 2007) atau satu hari sebelum hari H. Namun setelah dipikir-pikir acara tersebut diubah menjadi hari Rabu (5 September 2007) setelah H. Setelah dipikir-pikir lagi acara diundur lagi yaitu Kamis, 23 Agustus 2007. Walau gak ikut mikir acaranya tetap saja perubahan tersebut membuatku ikut puyeng.

Kenapa? Karena hari Kamis aku masih di Salatiga. Emang sih acaranya pukul 19.00 tapi kalau aku pulang dari Salatiga pukul 17.00 biasanya baru nyampe Solo pukul 18.30 dan langsung Sukoharjo biasanya pukul 19.00 lebih. Lho masak calon mempelai kok datangnya malah terlambat hehe. Binipun cuma kasih pendapat kalau gak bisa datang ya tidak apa-apa.

Awalnya aku mengiyakan pendapat dia, tapi setelah kupikir-pikir masak ini acara doa buat aku dan dia eh kok aku malah gak datang. Akhirnya akupun ambil jalan tengah, masuk kerja lebih awal sehingga dapat pulang lebih cepat. Dan bospun menyetujui.

Singkat cerita aku berhasil datang sebelum acara dimulai. Tapi agak malu juga karena beberapa tamu sudah datang aku baru nongol hehe. Tapi it's OK. Thanks buat Novi yang sudah boleh kupinjemi motornya. Sayang akhirnya kamu gak bisa datang padahal aku mengharapkan kamu bisa datang hehe.

Sampai di sana, kami ditempatkan di kursi paling depan, uisin rek. Yang bikin gak enak lagi, waktu itu perutku kembung, pengen ngeluarin gas tapi tak tahan, malu donk. Akibatnya gas pun cuma berkeliaran di sekitar perut. Walah mualnya minta ampun, belum lagi kalau perutku bunyi. Awalnya aku pikir cuma aku yang tahu tapi

"Wah perutku kemrucuk bunyi terus nih."
"Iya, aku denger kok"

Alamak.... ternyata, bisa jadi, mungkin orang lain juga akan ikut dengar. Wah soyo uisin..

Untungnya setelah acara resmi selesai kami bisa keluar. Ah, bebas juga akhirnya. Kamipun keluar dan nemui teman-teman kami. Thanks untuk cah-cah YLSA yang udah mo datang malem-malem dan jauh-jauh. Selain itu aku juga buang semua gas yang ada di perutku hehehhe

Setelah semua pulang, aku menyempatkan diri ngobrol dengan bini, kangen nih ceritanya, tapi berhubung mata agak mulai mengantuk maka kuputuskan untuk pulang. Apalagi besuknya aku harus ke Salatiga lagi


Read more!

Monday, August 20, 2007

Undangan Ketinggalan

Kemaren (Senin 20 Agustus 2007) aku ngajak sahabatku Novi untuk nganter undangan ke rumah teman-temanku di Salatiga. Semua persiapan udah aku lakukan termasuk menyiapkan undangan yang hendak kusebarkan. Setelah semua siap kamipun segera berangkat dan sasaran pertama ialah rumah Elia mantan teman sekantor.

Sesampai di rumah Elia, Bapaknya yang keluar menemui aku. Sementara Novi menunggu di luar rumah.

"Permisi, Pak, Elia ada?"
"Oh, Elia sedang pergi, ada perlu apa ya?"
"Oh ya sudah, kalau begitu saya mau titip undangan buat Elia"
"Baik nanti saya sampaikan," ujarnya sambil menunggu undangan kuberikan.

Dengan yakin aku segera membuka tas dan mencari undangan untuk Elia. Tapi apa yang terjadi... Alamak... undangannya ketinggalan. Perasaan tadi sudah aku masukkan tapi ternyata belum. Dan bukan undangannya Elia saja yang lupa tetapi juga undangan yang lain. Aku segera berbisik ke Novi yang kebetulan datang mendekat. Ia pun cuma cenggegesan aja, seperti biasa.

Akhirnya dengan sisa kekuatan aku beranikan mengatakan hal yang sebenarnya kepada Bapaknya Elia yang sudah menunggu, "Maaf Pak, undangannya ketinggalan, saya ambil dulu"

Begitu ia bilang ya, tanpa berlama-lama kami segera pulang dan mengambil undangan yang ternyata belum kumasukkan ke dalam tas. Dan kembali lagi ke rumah Elia. Ternyata di sana Bapaknya masih menunggu. Langsung saja kuserahkan undangan tersebut dan kabur ke tujuan berikutnya hehe


Read more!

Tuesday, August 14, 2007

Banyak Perbedaan

Dulu saya pernah ngobrol dengan teman saya soal teman hidup. Dalam obrolan tersebut saya celetuk, "Kalau saya sih, akan saya lihat dulu saya dengan cewek tersebut cocok tidak, kalau cocok ya jalan kalau tidak ya ngapain dipaksakan."

Teman saya langsung protes, "Wah soal teman hidup gak bisa cocok-cocokkan gitu donk, sampai mati kamu akan sulit mendapatkan calon yang cocok dengan dirimu. Justru pasangan yang seimbang itu saling melengkapi.

OK lah sekarang kamu sama dia cocok, kalau nanti ternyata banyak ketidakcocokan apa mau pisah begitu aja..."

Sori percakapan tersebut saya cut soalnya dia terlalu banyak cakap hehe.

Yang jelas dalam soal jodoh sebaiknya tidak mengharapkan cocok dulu tetapi bisa saling menerima apa tidak. Itulah inti dari cinta.

Begitu juga yang saya alami dengan pasangan saya yang sebentar lagi akan jadi Nyonya Hardono. Banyak perbedaan dan juga persamaan diantara kami. Misalnya sama-sama suka marah, sama-sama melow kalau pas ada masalah, terus sama-sama apa lagi ya....

Tapi itu semua bukan halangan buat kami untuk saling mencintai. Awalnya memang berat soalnya dia termasuk cewek yang gak pede. Padahal saya paling gak seneng dengan cewek yang tidak pede. Tapi karena cinta itulah saya bisa menerima sifatnya yang seperti itu dan belajar untuk membuat dia tetap pede. Karena cintalah dia bisa menerima saya walau saya sering marah hehe.

Kembali lagi inti cinta ialah penerimaan.

Kalau Anda tidak setuju itu hak Anda hehe


Read more!

Pengennya Wali Bapak dari Saudara

Sewaktu berkunjung ke rumah saudaraku, aku menceritakan kejadian yang kualami menjelang pernikahan. Termasuk masalah pembatalan Wali Bapak yang kemudian langsung memperoleh penggantinya.

Saudaraku langsung komentar, kenapa tidak kakakku saja, mumpung dia masih di Yogya.

Wah benar juga. Mengapa tidak dia saja. Masalahnya ibu sudah memutuskan orang lain tanpa berkonsultasi dengan aku dulu. Aku bisa memahami hal ini, ibuku waktu itu sedang kalut. Lagi pula calon Wali Bapak nanti juga tetanggaku sendiri yang sudah aku kenal baik.

Dulu aku memang tidak menunjuk saudaraku karena ia bekerja di kapal pesiar dan tidak tahu kapan dia pulang. Sebenarnya ada saudaraku lainnya yang bekerja di Jakarta dan aku percaya dia pasti mau. Tapi entah kenapa dulu tidak terpikirkan hal tersebut.

Aku coba diskusikan ini dengan calonku. Dia berpendapat kalau aku membatalkan yang sekarang maka kelihatannya aku seperti balas dendam, karena aku telah diperlakukan begitu oleh Wali Bapak yang dulu. Cuma balas dendamnya salah alamat hehe.

Jujur saja aku kepengin yang jadi Wali Bapak, saudaraku sendiri. Tapi it's OK dengan kondisi sekarang. Aku belajar untuk terus bersyukur akan kehendakNya.


Read more!

Kisah Wali Bapak

Karena Ayahku sudah tidak ada maka tentu saja aku harus nyari orang yang nantinya bisa jadi wali buat menggantikan Bapak di pernikahanku. Sebaiknya sih saudara, tapi entah karena sedang blank atau ada apa aku justru mengabaikan opsi ini. Aku berpikir saudaraku sedang pergi berlayar jadi sulit diharapkan untuk menjadi wali Bapak.

Akhirnya setelah konsultasi dengan ibu, kami memutuskan untuk meminta kesediaan suami salah satu majelis di Gerejaku dan juga teman baik ibuku untuk menjadi bapak. Gayungpun bersambut, yang laki-laki setuju demikian juga yang wanita. Perlu di ketahui persetujuan ini diambil sekitar empat bulanan sebelum hari H.

Sebulan sebelum pernikahan kami (aku dan ibu) berkunjung ke rumah mereka untuk membicarakan secara detail bagaimana pelaksanaan pernikahan nanti. Pakai baju apaterus ke sananya gimana dan lain-lain.

Selain itu, kami juga membicarakan masalah biston pernikahan di rumahku. Mereka berkenan untuk membantu jalannya acara. Bahkan yang pria mengatakan kalau diperlukan saya mau kerja bakti nyiapin tempat sebelum acara di rumahku. Perlu diketahui biston ini diadakan sebagai ganti Ngunduh Manten

Pembicaraan ini kami lakukan hari Sabtu awal Agustus. Namun, Seninnya atau 3 hari kemudian, 4 minggu menjelang hari H semuanya berubah. Mereka membatalkan kesanggupannya menjadi Wali Bapak. Yang berbicara saat itu ialah istrinya dengan ibuku, sedangkan suaminya tidak nampak. Karuan aja ibu langsung lemas dan tidak tahu harus berbuat apa. Bayangin aja, harapan sudah mengantung setinggi langit eh tiba-tiba dijatuhin begitu aja. Memang sih dia tidak bilang membatalkan secara langsung tapi dari gelagat pembicaraan sudah jelas kalau dia tidak suka suaminya jadi Wali Bapakku.

Dia: Terus nanti yang jadi Wali Bapak siapa?
Ibu: Lho dulu, kan kami sudah meminta kesedian Anda dan suami dan Anda berdua setuju akan jadi wali Bapak untuk anak saya
Dia: Wah tidak bisa kayak gitu, yang jadi Wali Bapak seharusnya saudara sendiri bukan orang lain
Ibu: Saya ini tidak punya banyak saudara makanya saya dulu meminta kesediaan Anda.
Dia: Ya udah, tetangga aja, masak gak punya tetangga?!
Ibu: Saya inginnya yang jadi Bapak satu iman..
Dia: Gak perlu satu iman beda juga gak papa!
Ibu: Oh begitu ya... tapi saya tetap pengin yang seima
Dia: Ya udah orang lain kan masih ada!

Untunglah dalam kekalutan tersebut ibu tidak menangis. Dan dalam kekalutan tersebut ibu bertemu teman lamanya. Langsung aja tanpa babibu suaminya diminta kesediaan jadi wali Bapak buat aku. Dan ternyata dia mau dan berjanji tidak akan ingkar.

Wah... ibuku senang sekali dengan hal ini. Tuhan tidak akan membiarkan umatNya jatuh tergeletak. Akupun ikut senang dengan hal ini.


Read more!

Monday, August 6, 2007

Wah apes nian Undanganku

Dengan semangat 45 kemarin Minggu (5 Agustus 2007) aku menuju ke rumah temanku untuk mengambil undangan pernikahan pesenanku. Aku sangat berharap undangan tersebut telah jadi dengan baik sehingga langkah selanjutnya tinggal menyebarkannya saja.

Tapi apa lacur, ternyata hasilnya jauh dari yang kubayangkan. Bayangin aja namanya undangan pernikahan kok hasilnya buram. OK lah kalau cuma buram, aku bisa dikit terima. Tetapi yang paling fatal fotoku dan calonku juga ikut buram sehingga tidak kelihatan. Kesannya kayak hasil fotokopian bukan hasil cetak. Potongannya juga tidak pas, apalagi lipatannya yang lebih banyak melenceng. Aduhhhhh....

Jujur aja aku sangat down dengan hasil tersebut, mana uang yang dikeluarkan juga sudah banyak. Sekitar setengah juta man. Jumlah yang gak sedikit, lagipula nyarinya juga susah. Aku jadi menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak berguna. Banyak yang dikeluarkan tapi malah gak ada hasil yang memuaskan.

Ah..... Pengen rasanya marah dan menarik kembali uangku. Tapi masalahnya yang membuatkan ialah temanku, ada rasa sungkan untuk melakukannya. Ia sendiri menawarkan cetak ulang lagi dengan biaya separo dari aku dan separo dari dia. Wah jujur aku gak berani, soalnya uang yang kupunya, selain sudah kuanggarkan untuk pos-pos tertentu juga kusisakan untuk setelah pernikahan nanti.

Selain itu aku masih trauma dengan hasil cetaknya. OK lah katakan cetak pertama sukses, bagus. Tapi apa ada jaminan cetak selanjutnya akan jadi baik. Bisa jadi aku masih trauma dengan hal ini.

Sekarang ada dua pilihan:
1. Menyebarkan undangan jelek yang udah dicetak dan tentu saja pasang muka tembok sambil koar-koar nyalahin yang nyetak.
2. Nyetak baru, nyari yang lebih murah tapi kualitasnya baik dan bisa cepat selesai.

Padahal nikahku tanggal 1 September 2007, eh undangannya bermasalah. Untunglah calonku terus kasih aku semangat. Aku tahu dia pun kecewa berat tapi dia tetap bisa kasih aku semangat. Aplaus untuk dirinya.

Tetap berdoa memohon pertolongan Tuhan dan terus berusaha. Aku yakin Tuhan pasti buka jalan. Kalau sampai seolah-olah tidak ada jalan, aku tetap percaya pada-Nya

Read more!

Sunday, August 5, 2007

Jumpa Pertama

Jumpa pertama saya dengannya tidak seperti kisah cinta pada pandangan pertama. Jumpa pertama itu hanya biasa saja. Pertama kali bertemu karena dia diterima di tempat saya bekerja. Hanya jabat tangan dan sebut nama begitu saja. Karena divisi kami juga berbeda yang membuat kami jarang berkomunikasi. Tapi karena jumlah staf yang sedikit dan suasana kekeluargaan yang kental di kantor kami, akhirnya kami pun bisa berteman.

Karena hanya berteman, tidak pernah terlintas sedikit pun jika akhirnya Tuhan membawa saya pada satu perjalanan, yaitu membangun keluarga bersamanya. Jujur, dia bukan lelaki yang menjadi impianku kala itu. Suka banyak omong menjadi satu ketidaksukaan saya kepada makhluk laki-laki dan itu ada pada dirinya. Laki-laki yang ceriwis hanya baik dijadikan teman atau sahabat, untuk menjadi lebih dari itu, tidak ingin ada di kamus saya. Saat itu pun saya tahu bahwa ada cewek lain yang menjadi pujaan hatinya di kantor.

Lalu bagaimana ceritanya jumpa pertama yang biasa dan ketidaksukaan itu menjadi cinta?

Makanya besok-besok dateng ke sini lagi dan simak terus ... tar pasti tau deh ... hehehe ....

01/08/07 -- 11.01

Read more!

Tuesday, July 24, 2007

Cara mengajukan Katekisasi Pra Nikah

Mengikuti pernikahan di lingkungan gereja terutama GKJ (Gereja Kristen Jawa) memang bukan perkara yang mudah. Ada beberapa hal yang harus disiapkan dan diikuti sebelum masuk ke hari H. Salah satunya ialah mengikuti katekisasi pra nikah. Katekisasi pra nikah sendiri diadakan untuk mempersiapkan pasangan sebelum masuk pernikahan. Katekisasi ini dipimpin oleh seorang pengajar (biasanya pendeta) dan ikuti oleh pasangan yang akan menikah. Biasanya model pengajarannya privat alias sekali pertemuan hanya terdiri dari satu pendeta dan pasangan. Tapi ada juga yang berbentuk umum.

Di GKJ Sukoharjo, katekisasi pra nikah di adakan 8 kali pertemuan. Mungkin di gereja lainnya juga sama. Oleh karena itu sebaiknya minimal 3 bulan sebelum hari H sudah mengikuti katekisasi pra nikah; lebih dari 3 bulan tentu saja lebih baik. Perkirakan juga bahwa setiap minggu belum tentu ada pertemuan; bisa jadi pengajarnya berhalangan sehingga waktu pertemuan diundur minggu berikutnya.

Untuk mengikuti katekisasi pra nikah cara antar gereja memang berbeda-beda. Ada yang langsung datang, langsung bilang, langsung ikut. Tapi ada juga yang perlu surat ini itu untuk dapat mengikuti katekisasi ini. Kalau cowok dan ceweknya beda gereja dan ingin menjalankan katekisasi di gereja cewek biasanya perlu surat pelimpahan pemberkatan nikah dari gereja cowok ke gereja cewek. Sebagai contoh aku yang dari GKJ Manahan Solo menjalankan katekisasi pra nikah di gereja yayangku, di GKJ Sukoharjo.

Persiapa Katekisasi

Berikut langkah-langkah yang dahulu kutempuh:

1. Mencari formulir surat pelimpahan pemberkatan nikah di kantor gereja cowok
2. Mengisi formulir tersebut dengan data cowok, cewek, dan informasi pemberkatan nikah, perlu tanda tangan cowok dan cewek.
3. Setelah diisi formulir tersebut di kembalikan ke kantor gereja dan akan di sidangkan di sidang majelis. Pandai-pandailah mengatur waktu sebab gereja punya waktu tertentu dalam bersidang; tidak bisa tiap hari.
4. Setelah disetujui di sidang majelis maka cowok akan di datangi oleh majelis untuk diadakan pastoral pernikahan; tanya jawab mengenai persiapan pernikahan. Tenang aja, pertanyaannya gak sulit kok. Kalau memang benar-benar manteb menikah dengan si dia pasti bisa jawab. Contoh pertanyaannya, siap gak nikah dengan dia, apa motivasi nikah, apa yang ingin dilakukan setelah nikah, dll
5. Setelah selesai gereja akan mengeluarkan surat pelimbahan pemberkatan nikah yang ditujukan ke gereja cewek dan tembusannya ke pihak cowok. Kamu bisa minta gereja mengirimkannya ke gereja cewek. Kalau sungkan, ya kirimkan sendiri saja, itung-itung sekalian mengenal situasi kantor gereja cewekmu hehe.

Selesai... belum masih ada lagi

6. Setelah pihak kantor gereja cewek menerima surat tersebut maka mereka akan memasukkannya dalam sidang majelis.
7. Jika disetujui maka gereja akan menunjuk pendeta untuk memimpin katekisasi

Selesai... ehm kayaknya belum

8. Bila di gerejamu jadwal katekisasi pra nikahnya sudah ada, ya bisa langsung ikut aja. Tapi kalau tidak maka sebaiknya kamu berdua berkunjung terlebih dahulu ke pendeta yang bersangkutan untuk mendiskusikan kapan waktu katekisasi. Jangan lupa menanyakan buku yang perlu di bawa apa saja.

Selesai... ya tinggal ikut katekisasinya kan

Saat Katekisasi

Acara katekisasinya sendiri mirip dengan acara PA, kalau di tempatku dulu santai dan tidak perlu bawa catatan atau baca buku segala. Tapi di gereja lainnya pasti beda. Yang jelas kalau mau lengkap saat katekisasi bawa

- Alkitab
- Kidung Jemaat atau Kidung Pujian
- Buku yang disarankan
- Peralatan untuk mencatat

Usahakan meminta topik diskusi minggu berikutnya dan siapkan juga daftar yang ingin ditanyakan dari rumah. Kalau memang ada yang ingin ditanyakan.

Yang paling penting ikut katekisasi pra nikah jangan cuma datang, duduk, dengar, lalu pulang. Sia-sia donk. Usahakan terjadi interaksi yang sehat antara kalian dengan pihak pengajar. Manfaatkan kesempatan ini untuk membekali kehidupan keluarga kalian nantinya.


Read more!

Katekisasi Pra Nikah

Sudah menjadi tradisi bila ingin menikah di linkungan Gereja Kristen Jawa (GKJ) -- dan beberapa sinode gereja lainnya -- tentu harus mengikuti katekisasi pra nikah terlebih dahulu. Adanya katekisasi pra nikah ini ditujukan untuk memperlengkapi calon mempelai dengan berbagai pengetahuan mengenai persiapan pernikahan dan kehidupan berumah tangga. Dengan demikian setelah mengikuti katekisasi pra nikah, kedua pasangan tersebut diharapkan telah memiliki pondasi yang kokoh dalam berkeluarga, tidak hanya berdasarkan alasan suka sama suka saja. Suatu tujuan yang mulia.

Namun, beberapa orang beranggapan keberadaan katekisasi pra nikah adalah hal yang tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Daripada harus menghadiri pertemuan rutin sebaiknya calon mempelai diberi buku terus suruh belajar sendiri. Jika ada materi yang tidak dimengerti baru diadakan pertemuan antara pasangan tersebut dengan pihak pengajar, biasanya pendeta. Praktis bukan?

Kelihatannya memang praktis, tetapi bagi saya pengalaman seseorang adalah guru yang paling baik. Bukannya saya anti membaca buku tetapi belum tentu pengarang sebuah buku mengalami sendiri apa yang ia tulis. Kebanyakan buku hanya berisi pengajaran umum tanpa mau mempedulikan bagaimana perasaan dan latar belakang pembacanya. Ironisnya pembaca sudah merasa paham mengenai isi buku tersebut lalu berusaha menerapkannya. Padahal untuk kasus tertentu wejangan di buku tersebut sulit untuk diterapkan.

Disinilah sebenarnya arti pentingnya sebuah katekisasi pra nikah. Terjadi interaksi antara pengajar dengan peserta. Pengajar memberikan pelajaran tentang pernikahan yang tidak jarang disertai dengan berbagai contoh yang ia alami. Sedangkan peserta dapat langsung bertanya bila ia tidak mengerti. Tentu saja semua ini dapat terjadi bila ada interaksi yang cukup baik dan keterbukaan di antarnya. Ada kalanya jawaban pengajar di luar dugaan kita, tetapi memang itulah solusi yang paling baik.

Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menganggap bahwa katekisasi pra nikah adalah sesuatu yang kurang penting bahkan tidak berguna. Saya sendiri bersyukur karena dengan mengikuti katekisasi tersebut ada begitu banyak pelajaran pernikahan yang saya dapatkan. Kebanyakan memang pelajaran sederhana tetapi justru merupakan fondasi yang cukup kuat bagi keluarga saya nantinya. Pelajaran sederhana yang jarang saya dapatkan dari buku-buku tentang pernikahan di manapun juga.


Read more!

Thursday, July 19, 2007

Akhirnya

Akhirnya kesampaian juga memiliki blog atas nama diriku dan yayang. Di blog inilah nantinya akan diposting berbagai kegiatan seputar diri kami, kisah cinta kami. Ciyee Juga berbagai tulisan berupa karya sastra maupun opini dari kami.

Jujur aja selain tentang perjalanan cinta kami masih bingung mo kasih topik apa lagi. Tapi yang jelas tidak jauh-jauh dari cinta, cinta, cinta hehehe

Harapannya, selain bisa menjadi bacaan di kala sengang keberadaan blog ini diharapkan juga dapat menjadi air sejuk ketika kami sedang panas-panasnya.

OK ditunggu aja tulisan berikutnya.

Read more!