Friday, October 26, 2007

Aku vs Mertua: Tuhan telah Berkarya

Ibu mertuaku memang beda sekali dengan ibuku. Sepertinya latar belakang kehidupan mereka yang membuatnya berbeda. Meski pun ada satu kesamaannya. Kedua ibuku sama-sama wanita yang kuat dan sangat mengasihi anak-anaknya.

Ibuku seorang yang demokratis. Dia tidak penah melarangku atau mengharuskanku dalam melakukan sesuatu. Sedari kecil dia selalu memberiku kebebasan dalam bersikap. Tapi tidak berarti aku menjadi anak yang tidak tahu aturan atau semau gue. Sama sekali tidak. Karena biasanya ibu memberiku konsekuensi-konsekuensi yang bisa jadi aku terima saat aku melalukan sesuatu. Tapi dia tetap memberikan kepadaku kebebasan untuk memilihnya. Ibaratnya dia seperti melepaskan kepala dan tubuhku pergi ke mana saja tapi dia tetap memegang ekorku. Ketika kepala dan tubuhku berjalan ke arah yang salah cepat-cepat dia menarikku lewat ekorku.

Aku terbiasa dengan kondisi seperti itu. Dan itu tidak aku dapati dari ibu mertuaku. Di satu sisi, dia terlalu protektif. Aku risih diperlakukan seperti itu. Meskipun aku sadar kalau itu dia lakukan karena mengasihiku. Tapi sulit bagiku untuk menerimanya. Perlakuan seperti itu sebelumnya dia terapkan ke anak laki-laki satu-satunya. Segala sesuatunya ibu mertua menentukan pilihan-pilihan yang dia anggap terbaik untuk anaknya. Memang sebenarnya tidak ada salahnya tapi sekali lagi aku tidak terbiasa seperti itu dan celakannya aku tidak bisa memprotesnya takut dia kecewa.

Selain itu, ibu mertuaku senang sekali berkomentar dan kadang komentarnya membuat hatiku panas. Sesuatu yang tidak perlu dikomentari sebenarnya atau malah komentar yang kurang pas. Pernah aku menyimpulkan apa karena dia ingin berkomunikasi denganku dia pakai komentar-komentar itu. Tapi bukan komunikasi yang dia dapat hanya kebisuanku menahan rasa.

Aku selalu saja uring-uringan, tapi dalam hati karena tidak berani berontak sama ibu mertuaku. Mosok jadi mantu belum genap 2 bulan dan mulai kurang ajar. Selain itu aku tetap menghormatinya meski aku gondok. Tapi itu mau sampai kapan? Hal itu yang membuatku selalu saja meluapkannya ke suamiku. Aku juga kasian sama dia, setiap pulang dari Salatiga hanya ndengerin keluhan-keluahanku yang engga ada habisnya.

Dan setiap kali dia kasih masukan-masukan malah kurasakan seperti memojokkanku. Dia tidak mengerti apa yang aku rasakan. Kondisinya dan kondisiku itu beda. Dan setiap kali dia balik marah atau sedih karena sikapku aku semakin tertekan. Aku merasa sendiri, siapa yang akan mendukungku, menghiburku. Suamiku saja tidak mengerti aku. Begitu komplenku padanya.

Semalam (20/10) aku berantem lagi dengan suamiku. Mempermasalahkan hal yang mungkin dianggap orang lain sepele, tapi itu yang mengganggu keluargaku selama ini. "Aku pengen punya rumah sendiri. Di sini aku terpenjara." Rengekku malam itu. Suamiku tidak mengerti maksudku dan malam itu semakin runyam. Meski kami tetap bisa berdoa malam itu dan minta pertolongan Tuhan.

Besoknya aku ikut suami di pertemuan bisnis sama kenalannya. Meski sebenarnya aku ogah. Tapi dia nyaranin aku ikut, ya udah aku ikut saja.

Setelah kami sampai di tempat pertemuan, sementara menunggu yang lainnya pembicaraan kami sampai ke masalah mertua dan menantu. Saat itu aku geli sendiri. Yang disampaikan Pak Lilik itu apa yang kurasakan selama ini. Sesuatu yang selama ini kujelaskan ke suamiku tapi suamiku tidak bisa mengerti. Tuhan pakai orang lain untuk menolongku. Tuhan itu suka mengajak bercanda saja dan cara yang DIA pakai luar biasa. Kalau sudah seperti ini aku tertawa sendiri. Di saat aku nyerah sama Tuhan gimana caranya biar suamiku mengerti masalahku. Dia pakai cara yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Malamnya aku diskusi sama suamiku tentang campur tangan Tuhan ini.

Saat ini aku merasa lebih tenang. Meski saat ini aku tetap ada di rumah mertuaku tapi itu tidak membuatku terpenjara. Dan anehnya sejak Senin (22/10) hatiku bisa menerima ibu mertua dengan baik. Tidak ada lagi gondok meski komentar itu masih saja ada. Aku bisa menerima tanpa terpaksa atau menyimpannya sebagai bom waktu. Tapi aku bisa menerimanya. Pasti Tuhan yang telah menambah satu komponen di hatiku. Yang membuatku bisa menerima ibu mertua saat ini. Dan kuharap ini tidak sementara.

Thanks Jesus!

No comments: